Kamis, 15 April 2010

Manajemen Pemasaran Islam

Oleh : Muhammad Syakir Sula

Muhammad Syakir Sula adalah pembicara seminar & konsultan asuransi syariah dankonsultan marketing syariah.Sebagai Profesional, telah berpengalaman belasan tahunsebagai direktur marketing di industri asuransi (Takaful), perbankan, pasar modal dan

properti. Sebagai konsultan ekonomi syariah, sebagai DPS (Dewan Pengawas Syariah)di beberapaperusahaan a.l: Asuransi PaninLife, Asuransi Central Asia Raya, NasionalRe dan Jamkrindo (Penjamin Syariah), selain sebagai KPS (Komite Perbankan Syariah)di Bank Indonesia.Sebagai Aktifis Ekonomi Syariah, saat iniSekjen MES (MasyarakatEkonomi Syariah), Wakil Ketua Umum IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam), Ketua III PKES(Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah), Ketua Umum IIIS (Internasional Islamic InsuranceSociety). Anggota Pleno DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional MUI), Sekertaris BidangEkonomi MUI Pusat, Divisi Humas BWI (Badan Wakaf Indonesia), Staf Ahli ICDIF-LPPI(Internasional Center of Development in Islamic Finance).Sebagai Akademisi &Penulis,Pengajar ‘Islamic Insurance’ di Program S2 dan S3 IEF (Islamic Economic & Finance)Trisakti University dan ‘Sharia Marketing Management’ di program Executive MBA inSharia Banking & Finance SBM-ITB and ICDIF – LPPI. Telah menulis beberapabuku ekonomi syariah antara lain: Asuransi Syariah (Konsep dan Sistem Operasional),Perbedaan Asuransi Syariah & Konvensional, Konsep & Sistem Ekonomi Syariah, danbuku Best Seller : “Marketing Syariah” dan “Marketing Bahlul”

KERANGKA ACUAN( TERMS OF REFERENCES )

Manajemen Pemasaran Islami

  • Ruang lingkup pemasaran dalam perspektif Islam
  • Perbandingan konsep tabligh dan konsep pemasaran
  • Konsep Islam atas produk dan jasa yang dijual
  • Konsep penentuan harga
  • Konsep promosi (iklan)
  • Persaingan dalam perspektif Islam
  • Konsep-konsep kunci Islam terkait dengan pemasaran
  • Metode pengajaran pemasaran Islami .

Marketing in Sharia Perspective

The Ultimate Philosophy of Marketing

Vision:Marketing has to be a strategic-business-concept, aimed to assure sustainable-satisfaction to three main stakeholders, which are customers, people in the organization, and shareholders

Mission:Marketing is in the business for being "the soul", not just "one part of the body" in an organization; therefore, everybody in the organization is marketer.

Values:Brand, not product, is valuable to customer.Shareholders must treat their business, whatever it is, as a service-business.Every person in the organization must belong to customer satisfying process, either directly or indirectly, and not to specific function.

Marketing in Sharia Perspective

Marketing Syariah adalah sebuah disiplin strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah Islami .Sharia Marketing is a strategic business discipline that directs the process of creating, offering, and changing value from one initiator to its stakeholders, and the whole process should be in accordance with muamalah principles in Islam .

YANG TERLARANG DALAM BISNIS SYARIAH

Marketing in Sharia PerspectiveKaidah Fiqih .اَلأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” .وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف)“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”(HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf) .

Hal-hal yang Terlarang Dalam Bisnis Syariah

  • GHARAR (PENIPUAN)
  • MAISIR (GAMBLING)
  • RIBA (BUNGA)
  • HARAM (KOMODITI)
  • DZALIM (ANIAYA)
  • RISYWAH (SUAP)
  • MAKSIAT ( PORNO A/G, SEX KOMERSIAL,).

Tipologi Marketing

Prilaku Marketer & Pelaku bisnis di Era “Bisnis Modern”: Marketing “Bahlul” (Haram) Marketing “Gaul” (Subhat)Marketing “Spiritual” (Halal) .Prilaku Marketer di Era “Bisnis Modern”:

  • Marketing “Bahlul”: adalah prilaku para marketer atau pebisnis yang lifestyle nya dalam dunia bisnis cenderung “menghalalkan segala cara”. Prilaku “mami juzi”, ryswah (suap), nipu, berbohong , entertaint amoral (golf, karaoke, spa plus-plus, dll., menjadi hal biasa dalam negosiasi bisnis.
  • Karena itu, prilaku ini HARAM dalam bisnis syariah.
  • Lifestyle “Bahlul” dapat dilihat dalam tema: Golf “Bahlul”, Apartemen “Include”, Pramugari “Syariah”, Mobil Mewah & Paket “2 in 1”, dll. . Prilaku Marketer di Era “Bisnis Modern”:
  • Marketing “Gaul”: adalah prilaku marketer yang masih cenderung melakukan hal-hal yang masih “abu-abu” alias “haram-haram dikit” atau subhat. Dia termasuk pria metrosex yang cenderung gaul, terbuka, fleksible, inclusif, tapi tetap ada batas & menolak hal-hal yang jelas keharamannya.
  • Prilaku marketing seperti ini termasuk marketing yang hatinya SAKIT karen itu masih cenderung melakukan hal-hal yang SUBHAT dalam bisnis. Atau mungkin dia masih berproses (bertahap) dalam perubahan.
  • Lifestyle “Gaul” dapat dilihat dalam tema: Cafe “Gaul” Cafe “Syoriah”, Cerutu “Gaul” Cerutu “Bahlul”, Marketing “Bandel” Marketing “Stengah Bandel”, dll. .Prilaku Marketer di Era “Bisnis Modern”:
  • Marketing “Spiritual”: adalah prilaku marketer yang terjaga moralnya. Dia jauh dari kebiasaan 3 M (Maksiat, Minum, Menyuap). Dalam deal-deal bisnis selalu mengutamakan aspek moralitas sekalipun lingkungan bisnisnya demikian “kejam”. Dia brusaha menjaga “Iman” dan “Imin” pada saat bersamaan. Prilakunya “aneh”, “unik” bagi lingkungannya bisnisnya. Tapi Nabi memuji dia “Tuuba lil ghuroba” (Berbahagialah yang yang aneh seperti dia).
  • Karena itu, prilaku marketing seperti itu sangat dianjurkan dan HALAL dalam bisnis syariah.
  • Lifestyle Marketing “Spiritual” dapat dilihat dalam tema: Golf “Syariah”, Spa “Syariah”, Nikah Ala Eksekutif “Syariah”, Marketing “Spiritual – Marketing Sukses, dll.
  • Dalam kitab-kitab klasik, para ulama (Imam Al ghazali, Imam Ibn Taimiyyah, Ibn Qayyim), membagi prilaku manusia menjadi 3 kategori: Hati yang Mati (Qalbun Mayyit) Hati yang Sakit (Qalbun Marit)Hati yang Sehat (Qalbun Salim)
  • Al-Quran: “Dan kami tidak mengutus, sebelum kamu, seorang Rosul pun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, maka syetanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan syetan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimaksudkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang didalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwa sanya al-Qur’an itulah yang haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepada-Nya, dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus” (QS. Al hajj, 22: 52-54) .

KARAKTERISTIK MARKETER SYARIAH

Karakteristik Marketing Syariah:Teistis (Robbaniyyah) Etis (Akhlaqiyyah) Realistis (Waqi’iyyah) Humanistis (Insaniyyah) .

Teistis (Rabbaniyyah)

  • Kekhasan dari marketing syariah adalah sifatnya yang religius (diniyyah). Marketing syariah meyakini bahwa hukum-hukum yang teistis ini adalah hukum yang paling ideal, paling sempurna, paling tepat untuk segala bentuk kebaikan, paling dpt mencegah segala bentuk kerusakan, paling mampu mewujudkan kebenaran, memusnahkan kebatilan, dan menyebarluaskan kemaslahatan.
  • Marketing syariah meyakini bahwa Allah swt akan meminta pertanggungan jawaban kelak pada hari kiamat.
  • “Barang siapa yg melakukan suatu kebaikan sebesar atom sekalipun, maka dia akan melihatnya. Dan barang siapa yang melakukan suatu kejahatan sebesar atom sekalipun, maka dia akan melihatnya pula.” (QS.Al-Zalzalah, 99:7-8)
  • Contoh dalam buku “Bahlul”, dalam tema: “Pintu Taubat Terbuka Lebar”, “Berjalan Menuju Kesucian”, “Sucikan Hatimu Sayang”..

Etis (Akhlaqiyyah)

  • Salah satu keistimewaan lain dari marketing syariah adalah karena sangat memperhatikan masalah akhlak (moral,etika) dalam seluruh aspeknya. Terjadinya kasus Enron. Worldcom, Global Crossing,krisis global (Lehman Brathers, AIG, dll) , atau sejumlah kasus besar di Indonesia seperti kasus BLBI, KPU, Bank Mandiri, DAU Depag, Gubernur, Bupati; Terakhir: Kejaksaan, DPR, MA, MY, BPPK, KPPUdan sebagainya adalah beberapa contoh betapa nilai akhlak, moral dan etika sudah tidak ada lagi dalam kultur masyarakat kita.
  • Karena itu, marketing syariah menjadi demikian penting bagi para marketer untuk menjadi panduan dalam melakukan penetrasi pasar.
  • Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (Al-Hadits)
  • Contoh: Dalam Buku Bahlul, “Berdagang Gaya Arab”, “Korupsi dan Suap Berjamaah”, “Ini Bukan Suap Bung Tapi Hadiah”. .

Realistis (Al-Waqi’iyyah)

  • Sifat realistis (Al-Waqi’iyyah) adalah dikarenakan marketing syariah sangat fleksible dan luwes dalam tafsir hukum dan implementasinya terhadap marketing kontemporer, hal ini didasarkan pada kaidah fiqih “memudahkan urusan dan menghapus bahaya”. Inilah yg membedakan syariat Islam dengan syariah yang lainnya, menganut prinsip “memudahkan” dan “tidak membebani”
  • Kaidah fiqih lain adalah “al-masyaqqah tajlib al-taisir” (Kesulitan akan memunculkan kemudahan). Para ulama berkata, “Berbagai keringanan syariah muncul dari kaidah ini”. Selain itu, prinsip gradual (bertahap) menjadi salah satu keistimewaan dalam sifat realistisnya marketing syariah, “maa laa yudraqu kulluh la yudroqu kulluh” (kalau tidak bisa melakukan seluruhnya jangan tinggalkan seluruhnya)
  • Contoh dalam buku “Bahlul”, a.l: Marketing Syariah bukan Marketing “Syoriah”, Wine yang “Halal” .

Humanistis (al-Insaniyyah)

  • Pengertian humanistis (al-Insaniyyah) adalah bahwa dalam implementasi marketing syariah agar dapat menciptakan marketer memiliki harkat & derajat yang terhormat, sifat kemanusiaannya terjaga & terpelihara, serta sifat-sifat kehewanannya dpt dikekang. Karenanya diciptakan suasana spiritual unt mengerem nafsu manusiawinya agar terkendali.
  • Marketing syariah yang humanistis diciptakan untuk manusia sesuai dgn kapasitasnya tanpa menghiraukan agama, suku, ras, warna kulit, kebangsaan & status. Hal ini membuat syariah memiliki sifat universal sehingga menjadi syariah humanistis universal, “Dan Kami tdk mengutusmu, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya, 21:107)
  • Contoh: Dalam tema Mobil Mewah & “2 in 1”, “Cantik, Pinter, Seksi”

Referensi : Dwi cahyo sabowo

Npm : 30208397

Kelas : 2 dd 01

Strategi Pemasaran Syariah Dalam Menciptakan Keunggulan Bersaing

opini yang kontroversial dalam pemasaran syariah yakni pembagian segmen pasar rasional dan pasar emosional. Pasar Emosional diartikan sebagai kumpulan pelanggan yang datang ke perusahaan atau lembaga keuangan syariah karena pertimbangan halal-haram, didorong oleh kekhawatiran akan praktek riba dan konsiderasi ukhrawi lainnya. Pasar ini kurang memperhatikan harga dan kualitas pelayanan, demikian pula tersedianya jaringan kerja yang memadai.
Pada sisi lain ada pasar rasional yang secara umum adalah mereka sangat sensitif terhadap perbedaan harga, varietas produk, bonafiditas lembaga keuangan dan lebih utama kualitas layanan. Kelompok pasar rasional memiliki pandangan bahwa boleh syariah dan halal asal kompetitif, namun bila tidak terpaksa mencari yang lain. Kedua segmen pasar ini jelas ada plus-minusnya ada yang setuju dan ada pula tidak setuju karena sulit menerima asumsi bahwa mereka yang datang karena konsiderasi spritual adalah blindly emotional market.
Diferensiasi pasar rasional dan pasar emosional kuranglah tepat jika dinisbatkan pada Umat Islam. Munculnya perbedaan pasar rasional dan pasar emosional sesungguhnya berawal karena market share di industri perbankan syariah relatif masih kecil baru pada kisaran angka 1,7 persen. Bank Indonesia (BI) telah membidik target market share di industri perbankan syariah pada 2008 pada angka 5%.
Pada bagian akhir bukunya, penulis yang kelahiran Jeneponto, Sulawesi Selatan ini menggambarkan profil seorang pemasar syariah. Syariah marketer melakukan bisnis secara profesional dengan nilai-nilai yang menjadi landasan: (1) Memiliki kepribadian spritual (taqwa); seorang pemasar syariah diperintahkan untuk selalu mengingat kepada Allah Swt walaupun sedang sibuk dalam aktifitas pemasarannya. (2) Berperilaku baik dan simpatik (sidiq), seorang pemasar syariah senantiasa berwajah manis, berperilaku baik, simpatik dan rendah hati dalam menciptakan nilai pelanggan unggul; (3) Berlaku adil dalam memasarkan produk (al adil) karena Allah Swt mencintai orang-orang yang berbuat adil membenci orang-orang yang berbuat zalim; (4) Melayani pelanggan dengan senyum dan rendah hati (khidmat), sikap melayani adalah sikap utama seorang pemsar syariah; (5) Menepati janji dan tidak curang (tahfif), seorang pemasar syariah harus dapat menjaga amanah dan kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai wakil dari perusahaan dalam memasarkan dan mempromosikan produk kepada pelanggan; (6) Jujur dan terpercaya (al-amanah), seorang pemasar syariah haruslah dapat dipercaya dalam memegang amanah; (7) Tidak suka berburuk sangka (su'uzhzhann), Islam mengajarkan kepada kita untuk saling menghormati satu sama lain dalam melakukan aktifitas pemasaran; (8) Tidak menjelek-jelekkan (ghibah), seorang pemasar syariah dilarang ghibah atau menjelek-jelekkan pesaing bisnis lain karena ghibah artinya keinginan untuk menghancurkan orang, menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain; (9) Tidak melakukan sogok (risywah), menyogok dalam perspektif syariah hukumnya haram dan termasuk dalam kategori memakan harta orang lain dengan cara batil.

Referensi : Dwi cahyo sabowo

Npm : 30208397

Kelas : 2 dd 01

konsep marketing syariah

Akhir-akhir ini sebuah konsep marketing syariah mulai merebak di instansi-instansi bisnis syariah. Konsep marketing syariah ini mulai mengemuka ketika bisnis asuransi mulai membuka bisnis syariah.

Marketing syariah sendiri menurut definisi adalah adalah penerapan suatu disiplin bisnis strategis yang sesuai dengan nilai dan prinsip syariah. Jadi marketing syariah dijalankan berdasarkan konsep keislaman yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW. Menurut Hermawan Kartajaya, nilai inti dari marketing syariah adalah Integritas dan transparansi, sehingga marketer tidak boleh bohong dan orang membeli karena butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya.

Pemasar adalah garis depan suatu bisnis, mereka adalah orang-orang yang bertemu langsung dengan konsumen sehingga setiap tindakan dan ucapannya berarti menunjukkan citra dari barang dan perusahaan. Namun sayangnya pandangan masyarakat saat ini menganggap pemasar diidentikkan dengan penjual yang dekat dengan kecurangan, penipuan, paksaan dan lainnya yang telah memperburuk citra seorang pemasar. Tidak terelakkan lagi banyak promosi usaha-usaha yang kita lihat sehari-hari tidak menjelaskan secara detail tentang produknya, yang mereka harapkan adalah konsumen membeli produk mereka dan banyak dari konsumen merasa tertipu atau dibohongi ketika mencoba produk yang dijual pemasar tersebut. Apabila ini terus berlanjut maka akan mungkin terjadi lagi kasus seperti Enron, Worldcom dan lainnya yang akan menghancurkan sebuah perusahaan. Sekarang jelaslah akan pentingnya sebuah nilai integritas dan transparansi seperti yang dikatakan Hermawan Kartajaya diatas agar bisnis berjalan lancar.

Konsep marketing syariah sendiri sebenarnya tidak berbeda jauh dari konsep pemasaran yang kita kenal. Konsep pemasaran yang kita kenal sekarang, pemasaran adalah sebuah ilmu dan seni yang mengarah pada proses penciptaan, penyampaian, dan pengkomunikasian values kepada para konsumen serta menjaga hubungan dengan para stakeholdersnya. Namun pemasaran sekarang menurut Hermawan juga ada sebuah kelirumologi yang diartikan untuk membujuk orang belanja sebanyak-banyaknya atau pemasaran yang pada akhirnya membuat kemasan sebaik-baiknya padahal produknya tidak bagus atau membujuk dengan segala cara agar orang mau bergabung dan belanja. Berbedanya adalah marketing syariah mengajarkan pemasar untuk jujur pada konsumen atau orang lain. Nilai-nilai syariah mencegah pemasar terperosok pada kelirumologi itu tadi karena ada nilai-nilai yang harus dijunjung oleh seorang pemasar.

Marketing syariah bukan hanya sebuah marketing yang ditambahkan syariah karena ada nilai-nilai lebih pada marketing syariah saja, tetapi lebih jauhnya marketing berperan dalam syariah dan syariah berperan dalam marketing. Marketing berperan dalam syariah diartikan perusahaan yang berbasis syariah diharapkan dapat bekerja dan bersikap profesional dalam dunia bisnis, karena dengan profesionalitas dapat menumbuhkan kepercayaan kosumen. Syariah berperan dalam marketing bermakna suatu pemahaman akan pentingnya nilai-nilai etika dan moralitas pada pemasaran, sehingga diharapkan perusahaan tidak akan serta merta menjalankan bisnisnya demi keuntungan pribadi saja ia juga harus berusaha untuk menciptakan dan menawarkan bahkan dapat merubah suatu values kepada para stakeholders sehingga perusahaan tersebut dapat menjaga keseimbangan laju bisnisnya sehingga menjadi bisnis yang sustainable.

Dalam hal teknisnya marketing syariah, salah satunya terdapat syariah marketing strategy untuk memenangkan mind-share dan syariah marketing value untuk memenangkan heart-share. Syariah marketing strategy melakukan segmenting, targeting dan positioning market dengan melihat pertumbuhan pasar, keunggulan kompetitif, dan situasi persaingan sehingga dapat melihat potensi pasar yang baik agar dapat memenangkan mind-share. Selanjutnya syariah marketing value melihat brand sebagai nama baik yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan, sehingga contohnya perusahaan yang mendapatkan best customer service dalam bisnisnya sehingga mampu mendapatkan heart-share.

Konsep marketing syariah ini sendiri saat ini baru berkembang seiring berkembangnya ekonomi syariah. Beberapa perusahaan dan bank khususnya yang berbasis syariah telah menerapkan konsep ini dan telah mendapatkan hasil yang positif. Kedepannya diprediksikan marketing syariah ini akan terus berkembang dan dipercaya masyarakat karena nilai-nilainya yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat yaitu kejujuran.

Referensi : Dwi cahyo sabowo
Npm : 30208397
kelas : 2dd01

Sepuluh Kesalahan Fatal Pemasaran

Tidak ada satu pun pemasar mau berbuat salah yang berakibat rusaknya merek atau tidak diterimanya merek oleh konsumen. Dengan berbagai kerangka teori dan pemahamannya terhadap fakta pasar, konsumen serta produk yang dijualnya, seorang pemasar akan merancang berbagai strategi untuk memperpanjang life cycle mereknya.

Cuma masalahnya adalah seringkali fakta dilapangan sangat berbeda dengan rencana yang sudah disusun, sehingga apa yang dianggap benar oleh pemasar ternyata belum tentu bagi konsumen kita. Paling tidak ada sepuluh kesalahan yang sering dilakukan oleh para pemasar. Yaitu : segmentasi, targeting, positioning, product, pricing, distribusi, promosi, brand name, service, dan momentum.

Kebanyakan, faktor kesalahan utama pada rencana marketing adalah karena konsep dasar marketing yang tidak dibangun berdasarkan kacamata pelanggan.

Berikut 10 hal yang harus diwaspadai oleh para pemasar.

1. Segmentasi : Perspektif Pasar yang Salah

Kesalahan dalam melihat pasar dan kurangnya informasi akan berakibat fatal pada keseluruhan strategi dan taktik yang dibangun. Segmentasi yang hanya mendasarkan hanya pada aspek demografis misalnya, berpeluang salah dalam menentukan konsumen yang profitable. Hermawan Kartajaya mengatakan, “Pasar pada dasarnya tidak bisa dipilah-pilah mengikuti standar tertentu. Setiap individu pada dasarnya makhluk unik yang tidak bisa disamakan dengan individu lain. Maka lihatlah pasar secara kreatif dengan melakukan identifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan tepat”.

Segmentasi yang paling gampang sekaligus efektif menurut jagonya marketing ini adalah dengan mendasarkan pada tiga hal, yakni kualitas (quality), harga (price), dan nilai (value).

2. Targeting : Target Pasar yang Tidak Jelas

Banyak pemasar membidik pasar sasaran yang tidak jelas. Mau ambil kelas premium, tetapi pasar premium mana yang ditembak seringkali tidak jelas. Atau tidak jelas, apakah pasar yang bersifat personal atau pasar komunitas tertentu. Pasar tradisional atau modern. Masing-masing target memiliki ke khasan dan tidak bisa digabungkan dalam kategori yang terlalu luas.

3. Positioning : Kesalahan Memasang Atribut

Positioning bisa salah gara-gara ketidakjelasan menetapkan target pasar. Dan positioning juga bisa tidak kuat akibat kesalahan memasang atribut, sehingga lemah dalam menetapkan positioning statement. Padahal positioning statement ini yang akan membentuk persepsi produk terhadap konsumen atau pasar. Ambil contoh mobil Mazda MR. Gara-gara MR ternyata berarti Mobil Rakyat, maka konsumen Indonesia yang senang dengan gengsi serta merta meninggalkan produk ini, meski kualitasnya cukup baik.

4. Produk : Membuat Benefit yang Tidak Relevan

Benefit adalah bungkus dan jaminan dari sebuah produk. Kegagalan di sisi produk banyak disebabkan oleh benefit yang tidak relevan dengan konsumen. Misalnya produk yang dikeluarkan oleh perbankan syariah diklaim menghantarkan manusia masuk surga tanpa ada benefit ‘kongkrit-terukur’, maka akan sulit mendapat respon positif dari konsumen yang berharap mendapat solusi atas rencana masa depannya.

5. Price : Menetapkan Harga Berdasarkan Cost, Bukan Value

Banyak pemasar di Indonesia masih menetapkan harga berdasarkan harga pokok produksi ditambah dengan persentase marjin yang umum. Padahal harga bisa ditetapkan dari value. Masih banyak pemasar di Indonesia kurang percaya diri untuk menambah value dalam membentuk harga, karena menganggap konsumen Indonesia semuanya price sensitive. Akibatnya, pemasar sering terperangkap dalam perang harga dan tidak berani meningkatkan harga jual.

6. Distribusi : Keluar Dari Mainstream

Jangan mencoba keluar dari kerumunan target pasar. Merek, produk atau benefit boleh berbeda, namun jangan keluar dari mainstream distribusi yang ada.

7. Promosi : Iklan yang Terlalu Mengawang

Konsumen Indonesia umumnya berpikir secara sederhana. Oleh karenanya, iklan yang tidak membumi (down to earth) akan sangat sulit dipahami secara cepat oleh target pasar, akibatnya sering menimbulkan salah persepsi. Untuk produk-produk yang intangible dan menawarkan lifestyle, mungkin iklan-iklan kreatif tidak masalah, tapi untuk mass product hal itu harus diperhitungkan benar. Atau ada pula iklan yang over promise, sementara produknya tidak sesuai dengan yang diiklankan.

8. Brand : Apalah Arti Sebuah Nama

Pada masa sekarang, nama merek harus mencerminkan asosiasi yang kuat dan menawarkan janji yang dapat dipenuhi. Ketidakjelian dalam menetapkan brand, akan berakibat sangat fatal. Anda mungkin tidak percaya jika saya katakan, ada sebuah perguruan tinggi di Jogja yang menerapkan Kuliah Gratis 100% ! Dan anda mungkin akan berpikir, pasti peminatnya membludak ! Tapi kenyataannya tidak demikian. Mengapa? Karena kuliah gratis dipersepsi ‘imposible’ kecuali kedinasan, pasti nggak profesional, murahan dan ngga mutu. Meski konsep pendidikan yang dimilikinya luar biasa bagus dan belum dimiliki oleh perguruan tinggi sejenis jika tidak didukung oleh proses branding yang kuat, ya tetap saja tidak akan dilirik oleh target.

9. Service : Over Promise, Under Delivery

Di aspek layanan, masalah yang kerap muncul adalah ketidakmampuan memenuhi sesuai yang dijanjikan. Ekspektasi yang tidak terukur akan menimbulkan masalah bagi perusahaan, dan dalam jangka panjang akan merugikan. Oleh karenanya jangan menciptakan harapan yang terlalu tinggi, yang membuat gap antara harapan dan kenyataan menjadi lebar.

10. Momentum : Terlalu Mengandalkan Momentum di Tempat Lain

Terkadang, keberhasilan produk di tempat lain dijadikan momentum untuk memasarkan produk yang sama di tempat kita, Indonesia. Padahal terkadang konsumen Indonesia membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk bisa menyerap sebuah produk atau program baru. Program pemberdayaan wakaf di Indonesia misalnya, tidak sebesar yang sudah dilakukan oleh Kuwait atau bahkan Malaysia. Akibatnya, produk atau program sudah berjalan, tapi konsumen belum siap menerima. Oleh karenanya dibutuhkan proses edukasi yang lebih lama dan terintegrasi.

Semoga bermanfaat.

Referensi : dwi cahyo sabowo 30208397 2dd01

Marketing, edisi Nopember 2006

Hermawan Kartajaya, Boosting Field Marketing Performance, From Strategy to Execution, MarkPlus&, 2006
17 Feb 08 | | Marketing
One Response to “Sepuluh Kesalahan Fatal Pemasaran”

1. Khusnia | April 8th, 2009 at 2:32 am